Di balik kegagahan dan wibawaku sebagai seorang perwira tentara, di mata istri dan anakku aku adalah sosok yang mengerikan dan sanggup berbuat kejam dan sadis kapan pun aku mau. Setiap kali ada masalah kecil, konflik dan pertengkaran selalu muncul dalam keluarga kami. Aku ingat waktu aku masih kecil aku sering dipukuli dan dihajar oleh ayah oleh karena kesalahan-kesalahan khas anak kecil yang kuperbuat. Dan setelah aku menjadi dewasa, tanpa aku sadari aku menjadi pribadi yang keras dan otoriter seperti ayahku. Pokoknya, kalau aku punya kemauan, kemauanku itulah yang harus dituruti. Kalau tidak, aku merasa kalah. Kok, apa yang aku putuskan, tidak dihargai?
Sikapku yang keras dan otoriter terus berlanjut sampai aku berumah tangga dan yang menjadi pelampiasan emosiku adalah istri dan anak tertuaku. Ya, tentu saja pada saat pacaran aku tidak menunjukkan karakterku yang keras dan otoriter karena ingin mendapatkan cinta dari seorang wanita. Namun setelah menikah, aku merasa tidak perlu ada yang ditutup-tutupi lagi. Bagi istriku, aku tentu saja suami yang tidak punya kasih, perasaan dan hati karena sedikit saja ada hal yang kurang berkenan di hatiku, aku langsung main bentak dan karena itu istri dan anakku sangat tertekan.
Kekerasan demi kekerasan aku lampiaskan secara fisik kepada anakku. Aku angkat dan banting dia dan memukulinya dengan rotan. Jadi, terciptalah di dalam rumah tanggaku suasana rumah yang dingin. Anak tidak berani menghadapi aku dan istriku yang menghadapi keluhan anak tidak berani menyampaikan keberatannya kepadaku. Intinya kalau aku bilang tidak, ya tidak! Kalau anak meminta sesuatu dan merengek, pasti aku pukuli dan tanpa sadar aku telah membuat anakku menyimpan perasaan pahit terhadap aku, ayahnya sendiri.
Di sisi lain, aku merasa di rumah tanggaku sudah tidak ada lagi keharmonisan itu membuat aku mencari kebahagiaan dan kesenangan di luar rumah. Kebetulan aku punya banyak teman di tempat malam. Bisa ditebak aku menjadi terbiasa dengan rokok, minum-minuman keras dan juga main perempuan. Pada saat itu, terus terang aku sering merasa benci melihat istriku sendiri. Di luar aku merasa happy tetapi di rumah aku merasa hambar dan tidak ada kegairahan. Pada waktu-waktu itu sebenarnya istriku sering berdoa untukku dan menurut pengakuannya ia tahu bahwa suaminya berbuat hal yang tidak benar di luar rumah. " Tuhan kasih tunjuk sama saya" Ada yang bilang:"Aku tunjukkan tapi kamu harus bisa mengampuni suamimu karena Aku mau ubah suamimu. Kalau kamu tidak bisa mengampuni, suamimu tidak akan berubah."
Sampai ahirnya teguran dari Tuhan pun datang dan mengubah kehidupanku. Waktu itu aku jatuh sakit dan tekanan darahku sempat turun dan mencapai 90/70 sehingga aku lemas dan tidak bisa berbuat apa-apa. Dokter merontgenku dan menyatakan bahwa paru-paruku bocor. Hampir sebulan penuh aku tidak bisa tidur sama sekali dan pada saat aku terbaring sakit itulah, mata hatiku mulai dibukakan oleh Tuhan. Sering pada waktu-waktu malam ketika aku terjaga, aku melihat istriku sedang berada di sampingku. Waktu istriku tidur di atas sofa, Tuhan berbicara ke dalam hatiku: " Betapa lemahnya engkau pada saat engkau tidak mampu dan engkau tidak bisa berbuat apa-apa. Namun justru pada saat engkau terbaring lemas, di situlah istrimu sangat berperan bagi engkau". Ya, Tuhan apa yang Kau katakan sungguh benar. Pada saat itu aku bahkan tidak bisa mengupas apel tetapi istriku dengan sabar mengupasi buah apel dan menyuapiku.
Setelah itu, kekerasan-kekerasan yang pernah aku lakukan seakan-akan difilmkan lagi oleh Tuhan dan aku bisa melihat semua perlakuan kasar dan menyakitkan yang aku perbuat kepada istri dan anakku: aku membentaki istriku dan memukuli anakku sampai babak belur dan kemudian aku kunci ia di dalam kamar sampai ia memohon-mohon minta ampun. Tanpa terasa air mataku mengalir mengingat semua kejadian itu. Aku merasa sangat menyesal dan berkata kepada Tuhan: Mengapa aku bisa sekeras ini? Di titik itulah aku akhirnya bertobat dan bertekad bahwa aku tidak akan bersikap keras dan otoriter lagi. Aku juga sadar bahwa sebagai manusia kita tidak bisa hidup sendiri dan keberadaan istriku di sisiku adalah benar-benar sebagai seorang penolong. Segala sesuatu yang aku cari untuk diriku tidak berarti apa-apa tanpa ada istri dan anakku.
Pada akhirnya transformasi terjadi dalam hidupku dan keluargaku. Ini adalah pengakuan yang keluar dari mulut istriku: "Sekarang aku merasa dihargai dan sudah ditempatkan sesuai porsinya sebagai seorang istri. Dari kata-kata yang keluar dari bibir suamiku, aku bisa merasakan kalau firman Tuhan ada di dalam lidahnya. " Aku sadar bahwa yang mengubah hidupku adalah Tuhan Yesus dan itulah yang membuat hidup kami justru lebih indah sekarang ini."
Sumber kesaksian: Mindarto
Tertanda,
Tio Rendika Yeremia Sitanggang
Ditulis oleh:
Unknown - Sunday, 14 October 2012 - Rating: 5
Terima kasih sudah membaca artikel kategori Download
dengan judul Kisah Nyata Mindarto : Dalam Kesakitan Aku Bertobat. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://lukas-trys.blogspot.com/2012/10/kisah-nyata-mindarto-dalam-kesakitan.html. Jangan lupa share ke teman-teman ya.
Belum ada komentar untuk "Kisah Nyata Mindarto : Dalam Kesakitan Aku Bertobat"
Post a Comment